HUMANISME DUNIA
(Kepedulian
Dunia Terhadap Konflik Suriah dan Terorrisme Paris Ditinjau dari Sudut Pandang
Sosiologi Kekuasaan)
Oleh:
Faizal Kurniawan, S.Pd, M.Si
Abstrak
Kata Kunci : Humanisme, Konflik Suriah, Terorisme Paris
Dunia sedang
bergejolak, hal ini adalah satu argumentasi yang sangat lazim didengar pada akhir-akhir
ini. Hal ini sebenarnya bermula pada konflik Suriah yang sudah berlangsung
sejak tahun 2011. Pada tahun 2015 merupakan konflik puncak dari Suriah ini,
ratusan ribu pengungsi suriah bergerak memadati eropa, sebagaian besar
masyarakat eropa merasa welcome dengan
kedatangan pengungsi suriah tersebut, humanisme dan dukungan terhadap pengungsi
suriah tersebut mengalir dari dunia
kepada pengungsi suriah. Atas dasar peristiwa tersebut, umat muslim menjadi
tersebar di beberapa kawasan eropa, dikarenakan mayoritas pengungsi tersebut
masih membawa fanatisme terhadap agama Islam
Akan tetapi
dukungan tersebut berubah menjadi tudingan terhadap pengungsi suriah yang
memadati negara perancis. Setelah terorisme bom dan penembakan di Paris pada
hari Sabtu tanggal 14 November 2015. Pengungsi Suriah dituduh sebagai komplotan
militan ISIS dari negara mereka. Isu humanisme berbalik tertuju pada Kota Paris
sebagai korban dari teorisme yang dilakukan oleh kelompok militan ISIS. Isu
konflik terorisme di Paris berubah menjadi isu konflik agama. Pada awalnya isu
humanisme yang berupa simpatik terhadap korban terorisme Paris, berubah menjadi
kecaman yang mengatas namakan konflik agama.
Pada hari
Minggu 15 November 2015 pihak media sosial Facebook yang dipimpin oleh usahawan
muda Mark Zuckerberg membuat inovasi dalam aplikasi membuat pengubahan foto
profil menjadi gradient warna bendera negara perancis biru-putih-merah sebagai
dukungan moral terhadap korban terorisme perancis. Akan tetapi di Indonesia
inovasi humanisme tersebut menjadi bahan perdebatan dan menghilangkan
nilai-nilai kemanusian yang terkandung secara implisit di dalamnya. “Jika Kamu
memperdulikan Paris kenapa kau melupakan Palestina dan lain-lain” begitu
kira-kira yang dimaksudkan oleh netizen yang mengkritik humanisme ala facebook
sebagai media sosial penyampai informasi nomor satu di dunia maya. Pembahasan
ini mengupas tentang asal mula konflik suriah sampai kepada Konflik Paris yang
menjadi perdebatan dalam isu humanisme.
A. Latar Belakang
Konflik yang terjadi di Suriah yang melibatkan
pemerintah Suriah yang disini diperintah oleh presiden Bahsyar Al-Assad dengan
kelompok radikal ISIS dan juga dengan Pemerintah Turki yang juga bersengketa
terhadap wilayah perbatasan Turki-Suriah mengundang keprihatinan dunia dan juga
kontra terhadap pihak-pihak yang menjadi kambing hitam terhadap konflik yang
mengatas namakan agama tersebut.
Pemberontakan
Suriah 2011-2012 adalah persoalan kaum Muslimin
karena para mujahid yang berperang melawan rezim Bashar di sana hakikatnya demi
kepentingan Islam. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan
berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut
pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan
mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath dan mengganti dengan
sistem Islam yang kaffah di bawah naungan Khilafah.
Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan
tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak
untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah
membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata"
untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan
tentara pembelot dibentuk unit pertempuran, yang dimulai kampanye pemberontakan
melawan Tentara Suriah.
Para pemberontak bersatu di
bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin
terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki
kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun
tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai
memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan
angka pemerintah terkemuka adalah Alawit Muslim Syiah. Assad
dilaporkan didukung oleh Alawi dan paling banyak adalah orang Kristen di negara
ini.
Sekjen PBB, Ban Ki Moon
menggambarkan besarnya pengeluaran dana dunia untuk persenjataan. Di sisi lain,
topik yang tak kalah memprihatinkan adalah mengenai perubahan iklim. Sekjen PBB
itu juga sangat mencemaskan perang saudara di Suriah. Krisis ini, menurut Ban,
bukan hanya terbatas dampaknya bagi Suriah saja, melainkan menjadi bencana pula
bagi tatanan regional, yang juga berpengaruh pada skala global.
Keprihatinan Dunia terhadap
Suriah berpuncak pada konflik dimana ditemukannya mayat anak kecil laki-laki
dai pengungsi Suriah bernama Aylan Kurdi di Kota Pesisir Bodrum, Turki.
Sebanyak 23 orang pengungsi Suriah mencoba menyeberang dengan menggunakan dua
buah kapal kecil. Mereka berangkat secara terpisah dari daerah Akyarlar
semenanjung Bodrum, ungkap seorang pejabat senior angkatan laut Turki. Jumlah
korban tewas yang sudah dapat diidentifikasi sebanyak lima orang anak-anak dan
1 orang wanita. Tujuh orang berhasil diselamatkan dan dua lainnya berhasil
mencapai pantai dengan mengenakan pelampung..
Tanda pagar "KiyiyaVuranInsanlik" dan "humanity washed
ashore" sontak menjadi trending topik dunia di twitter. Bahkan hanya dalam
beberapa jam, foto tersebut sudah di retweet ribuan kali.
Opini yang berkembang di Eropa
terhadap para pengungsi asal Suriah terpecah. Para fans sepak bola di Jerman
membentang spanduk berbunyi "selamat datang pengungsi" pada sebuah
pertandingan. Sementara di Inggris, sebuah surat kabar menyebut para migran
dengan sebutan "kecoak". Turki sendiri di masa Erdogan telah
menampung hampir dua juta pengungsi asal Suriah dan Irak yang menjadi korban
kekejaman rezim pemerintahan kedua negara tersebut. Setelah itu, giliran
Kanselir Jerman yang mengizinkan para pengungsi memasuki negaranya
Keprihatinan dunia kembali
pecah. Hal ini ditandai adanya serangan terror penembakan dan pemboman di kota
Paris. Seperti dikutip dari Liputan6.com Stadion Stade de France, Paris,
dipenuhi sekitar 80 ribu penggemar sepak bola yang sedang menyaksikan
pertandingan persahabatan antara Timnas Prancis dan juara dunia Timnas Jerman.
Lalu tiba-tiba, 3 suara ledakan keras terdengar dari luar stadion. Suara
ledakan terdengar saat pertandingan masih babak pertama. Aksi pembantaian
terkoordinasi bergema di seluruh dunia setelah penembakan oleh orang-orang
bersenjata yang meneriakkan takbir, ledakan bom bunuh diri dan penyanderaan di
gedung konser populer di pusat ibu kota Prancis itu.
Kejadian tersebut menunjukan
betapa hiprokitnya dunia barat. Dan sudah dapat dipastikan Kebebasan yang
ditawarkan tersebut bukanlah untuk Islam.
Akan tetapi pada hal ini ketika humanisme tersebut berpihak kepada masyarakat
barat, di Indonesia seolah-olah menjadi kritik pedas. Kenapa bisa dikatakan
sebagai kritik pedas, hal ini dikarenakan sistem keberpihakan media sosial yang
memihak anti islam sangat kental terasa.
“Paris kena bom sekali aja seluruh dunia heboh
kasih ucapan keprihatinan dan duka cita. Giliran Iraq, Libia, Palestina di bom berkali-kali kok gak seheboh ini,” tulis
Seno Indrajit di grup Facebook Paguma (Paguyuban Madiun),.
Humanisme seolah-olah menjadi suatu hal yang ramai diperdebatkan. Mungkin
beberapa orang beranggapan bahwa dengan menunjukkan keprihatinan yang kita
sendiri tidak dapat membuktikan melalui perbuatan apapun, walaupun dimulai
dengan hal kecil saja seperti mengganti foto profil di media facebook kita
dengan gradient warna bendera negara perancis merah putih biru. Sangat kontras
bila dibandingkan dengan kasus penemuan mayat balita Aylan Kurdi di pesisir
pantai Turki. Kita sering menyalahartikan tindakan sekelompok orang sebagai
representasi keseluruhan kelompok. Sehingga yang terjadi adalah misjudgment
tindakan radikal, dimanapun, oleh siapapun, sebagai representasi keseluruhan
kelompok asalnya. Padahal tindakan radikal dimanapun, oleh siapapun, tidak
pernah berasal dari agama penuh cinta. Karena itu bagaikan jalan tanpa tujuan
Pembahasan kali ini mencoba menjelaskan kedua kasus tersebut melalui sebuah
pembahasan yang ditinjau dari sudut pandang sosiologi kekuasaan.
B. Konflik Suriah dan Pandangan
Dunia
Akibat Konflik Suriah
Angka kelahiran rata-rata tahunan di Suriah merosot drastis sejak tahun 2011.
Penurunan tersebut mencapai 50 persen. sebelum perang saudara
berkecamuk angka kelahiran di negara itu mencapai 500.000 kelahiran dalam
setahun. Salah mengungkap, berpindahnya warga Suriah ke luar negeri khususnya
warga Suriah berusia produktif menjadi penyebab penurunan angka kelahiran
tersebut. Saat dikonfirmasi kepada sumber pemerintah, jumlah rata-rata angka
kelahiran di Suriah kini hanya 200.000 kelahiran. Sumber pemerintah itu
mengatakan, menurunya angka kelahiran dikarenakan kalangan muda Suriah kini
enggan menikah. Faktor lain, tingginya angka perpindahan penduduk Suriah ke
negara lain.
Kantor Imigrasi Suriah melaporkan rata-rata 5.000 orang dalam
sehari mengajukan pembuatan paspor baru pada 2015. Pada tahun lalu, jumlah
pengajuan paspor baru mencapai 1.000 permohonan. Al Watan juga menuliskan dampak
peperangan berpengaruh terhadap daya beli warga Suriah. Ini dikarenakan,
sekitar separuh dari angkatan kerja di Suriah kini juga menganggur dan
kelangkaan itu memicu inflasi tinggi.
Awal mula perang suriah adalah dilatar belakangi oleh kekecewaan
rakyat Suriah terhadap rezim Bashar Asaad yang otoriter dan sewenang-wenang
terhadap rakyatnya. Rakyat Suriah kemudian melakukan aksi damai menuntut
keadilan. Akan tetapi rezim Bashar malah menanggapi aksi damai tersebut dengan
kekerasan.
Puncaknya adalah ketika ada anak Suriah menuliskan kata-kata di
tembok tentang Bashar Asaad, kemudian anak ini di bawa oleh tentara Asaad
setelah di intrograsi anak kecil ini dikelupas kulitnya, lalu ditumpahkan
cairan ketubuh yang mengelupas, sehingga sakitnya tiada terperikan. Tentara
Bashar sambil berteriak menuhankan Bashar Al-Asad, siksaan demi siksaan
dilakukan terhadap para tawanan yang dituduh menentang rezim Bashar Asad,
padahal orang-orang ini hanyalah penduduk kampong. Setelah peristiwa itu rakyat
Suriah mulai melakukan revolusi (perlawanan) terhadap rezim Asaad. Berbeda
dengan revolusi di jazirah arab lain seperti di Libya dan Mesir dimana on
targetnya adalah kekuasaan. Akan tetapi perang Suriah adalah revolusi Rabbani
yaitu revolusi agama. Mereka berperang karena hendak membela agama Islam
melawan agama Syiah. Mengenai kesesatan-kesesatan Syiah sudah tidak disangkal
lagi hampir semua ulama menyatakan mereka bukan Islam di antaranya adalah Ulama
Ibnu Taimiyah.
C. Resistensi Rezim Baath
Sejak kudeta yang
dilakukan oleh sekelompok perwira militer pimpinan Abdul Karim Nahlawy di tahun
1961, pemerintahan Suriah berada dibawah kendali Partai Baath (Hizb Al-Ba’ats Al-Isytiraki)
hingga kini. Partai Baath sendiri merupakan partai yang mengusung ideologi Baath’isme,
yang berintikan nilai-nilai Nasionalisme dan Sosialisme Arab, atau bisa
dikatakan pula ideologi sosialisme ‘khas’ Arab. Ideologi ini diintrodusir
oleh seorang intelektual Suriah beragama Kristen, Michel Aflaq, pada saat
kolonialisme Eropa masih mencengkram Timur Tengah pasca keruntuhan Daulah Turki
Ustmani tahun 1924. Selain Suriah, rezim-rezim di dunia Arab yang pernah
menggunakan ideologi ini sebagai dasar negara adalah pemerintahan Gamal
Abdul Nasser di Mesir (1952-1970), rezim Muamar Khadafi di Libya (1969-2011) serta
rezim Saddam Husein yang berkuasa di Irak hingga tahun 2003.
Perlawanan Assad terhadap Israel diperlihatkan tatkala perang
saudara bernuansa sektarian meletus di Lebanon pada tahun 1975-1989. Saat
itu, awalnya Suriah mengirim pasukan militer ke Lebanon guna melindungi
kelompok Druze dan Syiah. Namun setelah masuknya tentara Israel ke
Lebanon di tahun 1982 dengan alasan melindungi kelompok Kristen (meski
alasan sebenarnya adalah memburu kelompok perlawanan Palestina di Lebanon),
pasukan Suriah pun turut melawan kehadiran militer Israel di Lebanon.
Sementara itu, perlawanan Assad terhadap Barat ia tunjukkan
dengan mendukung Revolusi Islam di Iran tahun 1979. Revolusi yang berujung
pada berkuasanya kaum Mullah Syiah pimpinan Ayatullah Rohullah Khomeini itu
memang merubah secara drastis haluan politik luar negeri Iran yang tadinya
bersahabat erat dengan Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang sangat
anti AS dan Israel.
Suriah juga berpihak kepada Iran dalam Perang Iran-Irak
tahun 1980-1988, ketika AS menunjukkan dukungannya pada Irak demi menhambat
revolusi Islam Iran. Hal ini menjadikan Suriah dan Iran sebagai sekutu dekat
hingga kini, apalagi ditambah dengan fakta bahwa mayoritas anggota Partai Baath
Suriah berasal dari kalangan Alawit, suatu aliran dalam ajaran Syiah. Inilah
pula yang menjadi penyebab ketidakharmonisan pemerintahan Assad dengan rezim
Saddam Husein di Irak. Kebijakan represif Saddam terhadap kaum Syiah Irak
membuat tidak senang pemerintah Suriah, meskipun keduanya berbasiskan ideologi
yang sama, Baath’isme.
Politik perlawanannya terhadap AS dan Israel pun membuat rezim
Assad tidak disukai pihak Barat. Namun, rezim Assad justru memiliki hubungan
‘mesra’ dengan Uni Sovyet, apalagi dalam politik domestiknya kaum komunis Suriah
juga mendukung rezim Assad. Dalam sejarahnya pun, Uni Sovyet memang berpihak
pada Negara-negara Arab ketika mereka berperang melawan Israel, seperti
pada Perang Enam Hari dan Krisis Terusan Suez tahun 1956.
Wafatnya Hafez al-Assad
pada tahun 2000 diikuti dengan naiknya Bashar al-Assad, yang tak lain
merupakan putra Hafez Assad, ke tampuk kekuasaan eksekutif di Suriah. Di
bawah Bashar, perekonomian Suriah mengalami sedikit perubahan dengan
mengadopsi sebagian sistem ekonomi pasar. Sementara pada masa pemerintahan
Hafez Assad, Suriah menganut perekonomian etatis-sentralistis.
Rezim Bashar Assad juga
mencatat prestasi lainnya, yakni penghapusan dan pemotongan hutang luar negeri
Suriah pada negara-negara Eropa Timur yang muncul sejak era awal berkuasanya
partai Baath melalui program penjadwalan kembali pembayaran hutang Suriah yang
dimulai pada tahun 2004. Dalam program itu, Polandia menyetujui pembayaran
hutang Suriah sebesar 2,7 juta dollar AS dari total 261,7 juta dollar AS.
Lalu, Rusia bahkan telah membebaskan 75 persen hutang Suriah yang total
nilainya 13 miliar dollar AS. Sama dengan Rusia, Republik Ceko dan Slovakia
juga berkenan memotong hutang Suriah yang semula 1,6 miliar dollar AS menjadi
150 juta dollar AS.
Pertumbuhan ekonomi
Suriah tanpa menyertakan modal Barat, khususnya AS, dalam jumlah signifikan itu
mengundang respon pihak Barat. Dengan ‘bungkus’ tuduhan AS atas keterlibatan
Suriah dalam pembunuhan mantan PM Lebanon Hariri di awal 2005, sanksi
embargo terhadap Suriah pun dijatuhkan AS melalui Syria Account-ability Act.
Pemerintah Suriah pun merespon kebijakan AS itu dengan mengubah seluruh
transaksi dalam dan luar negeri Suriah dari mata uang dollar AS menjadi Euro
pada awal tahun 2006. Hal ini memicu kebencian yang lebih mendalam dari AS
terhadap Suriah. Ditambah lagi dengan dukungan yang tiada henti dari Suriah
kepada kelompok Hizbullah saat Israel mengagresi Lebanon guna menghancurkan
gerilyawan Syiah tersebut pada pertengahan 2006.
D. Aylan Kurdi – Bentuk Kepedulian
Dunia
Setelah berhari-hari tertahan
di Stasiun Keleti, Budapest, Hungaria,
pencari suaka berjumlah sekitar 1.000 orang memilih untuk berjalan kaki menuju
perbatasan Austria menuju Jerman. Pria, wanita, anak-anak dan orang tua membawa
barangnya masing-masing menyusuri jalan tol yang panjang. Perjalanan dimulai
Sabtu 4 September pagi hari. Matahari terik menemani mereka. Tidak ada satu pun
polisi yang menahan mereka. Aparat keamanan Hungaria hanya membantu mengarahkan
ke mana mereka harus berjalan dan mengatur lalu lintas."Kami pilih jalan
saja. Tak punya pilihan," kata seorang pengungsi pria kepada BBC, Sabtu malam 4 September 2015. Ia telah
berjalan hampir 30 km.
Para pengungsi Suriah dan
Afghanistan kini jadi perhatian dunia. Balita Aylan Kurdi yang tewas saat
berusaha mencari harapan baru di Eropa membuka mata negara-negara tujuan para pencari
suaka. Barang-barang bawaan mereka saat berkelana tak luput jadi pemberitaan.
Tak ada koper besar atau tumpukan pakaian yang dibawa para pengungsi itu saat
meninggalkan kampung halamannya. Mereka hanya membawa baju yang terpasang di
tubuh dan beberapa perlengkapan untuk bertahan hidup.
Total ada 4 juta pengungsi Suriah
yang meninggalkan negaranya sejak tahun 2011. Mereka hanya membawa apa saja
yang ada di tubuh dan penunjang kehidupan seadanya. Mereka kini mulai berusaha
menjangkau Eropa dengan harapan baru. Namun tak semua negara mau menerima.
Sebagian ada yang masih tertahan di Hungaria.
Eropa menghadapi krisis
pengungsi dalam skala yang belum pernah terukur sejak Perang Dunia Kedua. Jumlah manusia
yang berharap menggenggam status pengungsi terus menanjak sejak paruh pertama
2014, utamanya menyusul konflik berdarah di Suriah dan Irak. Sebanyak 38 negara
Eropa mencatat bahwa 264 ribu aplikasi permintaan suaka telah
diserahkan.Dibandingkan dengan 2013, peningkatannya mencapai 24 persen. Dari
jumlah tersebut, 216.300 di antaranya diajukan di 28 negara anggota Uni Eropa.
Jerman, Perancis, Swedia, Italia dan Inggris adalah lima negara besar UE yang
menerima aplikasi, demikian UNHCR, Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa
untuk urusan Pengungsi.
Antonio Guterres,
direktur UNHCR, bahkan meminta UE untuk sepenuh daya menangani krisis ini.
"Bagi [UE] dan negara-negara anggotanya, sat u-satunya jalan menyelesaikan
masalah [pengungsi] adalah penerapan strategi bersama berdasar rasa tanggung
jawab, solidaritas, dan kepercayaan," ujarnya. Suriah menjadi negara yang
mengajukan aplikasi suaka terbanyak di 11 dari 28 negara anggota UE,
termasuk 41 ribu aplikasi yang diserahkan ke Jerman dan 31 ribu ke Swedia.
Jerman sanggup menampung hingga 500 ribu pengungsi setahun. Dan di negara yang disebut belakangan, pihak berwenang mengurusi
pendatang, Migrationsverket, mengizinkan keluarga dari warga Suriah yang telah
menjadi penduduk tetap untuk pindah ke negeri tersebut.
Perhatian terhadap mereka kembali menggema
setelah beredar foto bocah bernama Aylan yang tewas di pantai Bodrum Turki.
Keluarganya terpaksa mengungsi beberapa kali di dalam wilayah Suriah, sebelum
kembali ke Kobane pada Juni lalu, dengan harapan bisa tinggal di sana. Namun
kemudian militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menguasai Kobane dan
menyandera warga setempat. Keluarga ini lantas memutuskan untuk mencapai
wilayah Eropa melalui Turki. Setelah menabung selama sebulan dan meminjam uang dari kerabat, keluarga
ini menumpang kapal kecil bersama puluhan pengungsi lainnya menuju Pulau Kos,
Yunani. Namun di tengah perjalanan, kapal mereka terbalik dan tenggelam.
Abdullah menuturkan, anak-anaknya terlepas dari genggaman tangannya. Aylan
meninggal saat perahu yang ia tumpangi bersama sejumlah imigran Suriah lain
tenggelam. Para imigran ini diketahui bertolak dari Semenanjung Bodrum, Turki
untuk menuju Pulau Kos, Yunani. Aylan adalah salah satu 12 korban meninggal
dunia dalam kejadian tersebut.
Segera setelah foto jenazahnya yang sedang terdampar di pantai menyebar
ke berbagai belahan dunia melalui internet, tanda pagar (tagar)
#KiyiyaVuranInsanlik yang berarti "kemanusiaan telah terdampar"
menjadi trending topic dunia. Netizen
mendiskusikan meninggalnya Aylan dengan menggunakan tagar tersebut.
Ada yang mengungkapkan kesedihannya, ada pula yang mengritik sikap dunia
internasional yang membuat nasib para imigran terlunta-lunta.
Gambar 1.1
Dukungan Netizen Terhadap Aylan Kurdi Korban Pengungsi Suriah
Selain menjadi bahan diskusi di dunia maya, lalu belakangan forum-forum
pengambilan kebijakan terkait krisis imigran Eropa, meninggalnya Aylan Kurdi
juga menjadi inspirasi lahirnya sejumlah kartun. Muatan kartun-kartun tersebut
beragam. Ada yang melukiskan Aylan dan imigran anak-anak lain yang turut
menjadi korban bersamanya sedang tidur dengan ombak laut menjadi
"selimut" mereka, ada pula yang mengandung kritik sosial terhadap
sikap dunia internasional terhadap para imigran.
Gambar 1.2 Contoh Kartun yang Terinspirasi Aylan Kurdi buatan
netizen
The
tragic photo of young Alan Kurdi and the news of the death of his brother and
mother broke hearts around the world," the minister said in a statement on
Thursday. The Conservative government of Stephen Harper also came under attack
from opposition Liberal leader Justin Trudeau for not accepting more refugees,
suggesting the minister was doing too little too late."You don't get to
suddenly discover compassion in the middle of an election campaign. You either
have it or you don't," Mr Trudeau said during a campaign stop on
Thursday.He urged the Canadian authorities to allow in 25,000 Syrian refugees.
Kematiannya menuai simpati penduduk dunia, yang menuntut pemimpin Eropa
bertindak untuk mengatasi krisis pengungsi.
E. Argumentasi “Anti Arab” sebagai
Implisit Penolakan Pengungsi Suriah
Saat negara-negara Barat bergulat dengan krisis pengungsi paling serius
sejak Perang Dunia II, sebagian besar dari mereka yang melakukan perjalanan
sangat berbahaya itu berasal dari Suriah, ada keprihatinan mendalam
terkait kegagalan negara-negara Arab Teluk yang kaya minyak untuk membuka
pintunya bagi para pencari suaka.
BBC pekan lalu melaporkan,
kemakmuran dan kedekatan negara-negara Arab Teluk dengan Suriah telah
menimbulkan banyak pertanyaan soal apakah mereka punya kewajiban lebih besar
ketimbang negara-negara Eropa.Pertanyaanitumunculdalamhashtag #Welcoming_Syria's_refugees_is_a_Gulf_duty di
media sosial Twitter berbahasa Arab.
BBC juga mengutip harian Makkah yang
bahkan menerbitkan kartun, yang juga disebarkan lewat media sosial. Kartun itu
memperlihatkan seorang pria berbaju tradisional dari negara Teluk. Dia melihat
ke sebuah pintu berpagar kawat berduri dan menunjuk pintu lain berbendera Uni
Eropa sambil berkata, "Kenapa kamu tak mengizinkan mereka masuk? Dasar
orang-orang tidak sopan!?" Kartun ini secara jelas menyindir keras sikap
pemerintah negara-negara Teluk.
SMH mengutip Amnesty International
yang mengatakan bahwa negara-negara Teluk "karena kedekatan geografis,
hubungan sejarah dengan Suriah, dan potensi integrasi yang relatif mudah karena
punya kesamaan bahasa dan agama, harus melakukan kontribusi yang signifikan
terhadap pemukiman kembali para pengungsi Suriah." Belum lama ini
Arab Saudi mendirikan pagar kawat berduri di sepanjang perbatasannya ke Irak
yang juga dijaga pasukan bersenjata, dengan alasan mencegah penyusupan
"jihadis" ISIS ke wilayahnya. Namun para pengamat menilai, pagar ini
juga upaya mencegah masuknya pengungsi Suriah lewat Irak ke negara kayaraya
itu.
Sikap negara-negara Teluk yang kayaraya itu, juga dikecam dalam berbagai
media maupun dalam karikatur. Di saat negara-negara Eropa dengan tangan terbuka
menampung lebih 350.000 pemohon suaka, negara Teluk menolak kedatangan
pengungsi dengan alasan takut disusupi kelompok teroris.
Sejauh ini negara-negara kaya di kawasan Teluk, tidak mengeluarkan
satupun pernyataan resmi menyangkut krisis pengungsi di Timur Tengah itu,
demikian kritik tajam harian Qatar Gulf Times. Seorang blogger asal Kuwait,
Sultan al Qasemi juga menulis kritik, "Kini sudah tiba saatnya
negara-negara Teluk mengambil tanggung jawab, moral dan etika untuk menjawab
krisis serta mengubah politiknya.
Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain
dan Uni Emirat Arab, yang secara wilayah lebih dekat dengan Suriah, memiliki
kapasitas untuk menampung pengungsi dari Suriah. Sikap cepat dari negara-negara
tersebut, seharusnya bisa mencegah tragedi yang dialami oleh Aylan Kurdi,
kakaknya Ghalib dan ibunya, Rehan yang tewas ketika ingin menyelamatkan diri
dari kondisi perang yang berkecamuk di negaranya.Hingga saat ini, negara-negara
Arab yang super kaya ini masih belum bertindak untuk menerima empat juta warga
Suriah yang keluar dari negara itu. Mereka justru ditampung oleh negara seperti
Irak, Turki, Lebanon, Yordania dan Mesir. Negara-negara ini memang aman, tetapi
mereka masih harus menghadapi ancaman lain yakni, kelompok Islamic State
(ISIS). ISIS menguasai sebagian wilayah Suriah. Pemerintah Suriah yang dipimpin
oleh Presiden Bashar Al-Assad, juga harus menghadapi ancaman dari pihak
pemberontak yang menginginkannya lengser sejak 2011 lalu.
F. Terorisme Paris dan Impulse
Terhadap Humanisme Dunia
ISIS masih menguasai
banyak wilayah Suriah dan Irak, yang berupaya direbut kembali oleh pasukan
pemerintah maupun kelompok pemberontak moderat.
Serangan teror bersenjata dan bom ke The City Of Light
terjadi hanya beberapa jam setelah Pentagon mengumumkan serangan udara militer
AS ke Raqa, sebuah kota di Suriah yang dipercayai menjadi salah satu pusat
kegiatan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Jihadi
John, warga Inggris yang namanya mendunia dan dianggap sebagai jagal yang
secara sadis mengeksekusi tahanan ISIS, dikabarkan tewas dalam serangan udara itu. Perdana Menteri
Inggris David Cameron mengatakan serangan udara militer AS adalah aksi membela
diri, dan mengatakan kematian Jihadi John, yang nama aslinya adalah Mohammad
Emwazi, belum bisa dipastikan. Orang Prancis sudah tahu akan adanya
serangan besar. Beberapa pekan lalu ada upaya serangan di kereta
Amsterdam-Paris yang gagal. Dan bulan-bulan sebelumnya ada beberapa jaringan
teroris yang dibongkar aparat keamanan. Orang Prancis tahu mereka di garis
depan melawan teroris karena kami paling terlibat dalam memerangi ISIS di
Suriah, juga jaringan lain di Afrika Utara, di Mali, Pantai Gading dan
lain-lain.
Paris, yang akan menjadi tuan rumah pertemuaan
Conference of Parties (COP) 21 itu sebenarnya sejak 30 Oktober sudah
mengetatkan keamanan di pintu perbatasan negara itu. COP 21, atau Konferensi
Tingkat Tinggi Perubahan Iklim, akan digelar tanggal 30 November sampai 11
Desember 2015. Puluhan kepala pemerintahan termasuk Presiden AS Barrack Obama
dan Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir. Serangan Jumat malam ini seperti
tamparan menyakitkan bagi keamanan dan intelijen Perancis. Januari tahun ini,
Paris juga diguncang tragedi penyerangan ke kantor redaksi Charlie Hebdo. Tragedi Charlie
Hebdo mengoyak sendi kehidupan di negeri yang memiliki moto liberte, egalite, dan fraternite
itu. Prinsip kemerdekaan, keadilan dan persaudaraan yang didengungkan ratusan
tahun dipertanyakan, apakah benar penerapannya? Militer Perancis ikut
serta dalam serangan udara di Irak dan Suriah sejak 19 September 2014 (Operasi Chammal). Bulan
Oktober 2015, Perancis menyerang sejumlah target di Suriah untuk pertama
kalinya. NIIS menyinggung kampanye serangan udara Perancis dalam klaim
serangannya di Paris.
Pada malam hari tanggal
13 November 2015, serangkaian serangan teroris terencana penembakan massal, bom bunuh diri,
dan penyanderaan—terjadi
di Paris, Perancis dan Saint-Denis, kota pinggiran sebelah utara.
Sejak pukul 21:16 CET, terjadi enam penembakan
massal dan tiga bom bunuh diri terpisah dekat Stade de France. Serangan paling mematikan
terjadi di teater Bataclan, lokasi
penyanderaan dan tembak-menembak antara pelaku dan polisi yang berakhir pukul
00:58 tanggal 14 November.Sedikitnya 129 orang tewas, 89 di antaranya di teater
Bataclan. 352 orang lainnya cedera dalam serangan ini, termasuk 99 penderita
luka serius Selain korban sipil, enam pelaku tewas dan pihak berwenang masih
terus memburu pelaku lain. Sebelum serangan terjadi, pemerintah Perancis
meningkatkan kewaspadaan setelah serangan Januari
2015 di Paris yang menewaskan 17 orang, termasuk warga sipil dan
polisi. Pukul 23:58, Presiden François Hollande mengumumkan Keadaan darurat untuk pertama kalinya sejak kerusuhan 2005, dan menutup perbatasan Perancis
untuk sementara. Jam malam diberlakukan di Paris untuk pertama kalinya sejak
1944.
G. Pro-Kontra Aksi Kemanusiaan Dukungan
Moral Tragedi Paris Melalui Media Sosial dalam Proses Sosialisasi
Merespon serangan tragis
di Paris, Prancis, Facebook merilis filter foto khusus. Filter foto itu
menampilkan warna bendera Prancis, dimaksudkan sebagai tanda duka dan
solidaritas pengguna Facebook. Wakil Presiden Facebook untuk Bidang Messenger,
David Marcus, menjadi salah seorang yang pertama kali memperkenalkan kampanye
ini. Tunjukkan dukungan Anda untuk rakyat Paris, dengan memperbarui untuk
sementara gambar profil Anda, dengan template baru yang kami ciptakan. Terima
kasih," demikian terjemahan bebas status Marcus. Model kampanye seperti ini, bukan yang pertama
kali bagi Facebook. Juni 2015, mereka merilis filter foto berbendera pelangi,
sebagai ekspresi dukungan terhadap pernikahan sejenis.
Meski
banyak pengguna yang mulai menjajal fitur ini, muncul pula sejumlah kritik.
Pasalnya, Perancis bukan satu-satunya negara yang menerima serangan tragis
dalam beberapa hari terakhir. Sejumlah netizen mempertanyakan, sikap
Facebook yang mendorong pengguna menunjukkan dukungan untuk Perancis, tapi
tidak melakukan hal yang sama pada Lebanon. Beberapa pengguna Twitter asal
Indonesia juga menyayangkan, karena fitur filter foto itu tak menyediakan
bendera lain seperti Palestina dan Suriah, yang menurut mereka juga sering menjadi
korban karena teror dan perang. Meski begitu, tak sedikit juga pembelaan yang
muncul ihwal penggunaan filter foto berbendera Perancis.
Bisakah kita
mengadili pikiran? Bisakah kita menguji niat baik? Barangkali begini, mereka
yang memakai avatar media
sosial dengan bendera ingin menunjukan kepedulian, sekadar solidaritas. Karena,
mungkin mereka sudah berdoa, mereka ingin membantu, tapi tidak bisa. Dengan
menggunakan avatar dengan bendera Perancis, mereka setidaknya berusaha
menunjukan kepedulian kepada mereka yang kehilangan, kepada mereka yang
bersedih bahwa saya peduli.
Sebuah argumentasi yang bersifat dukungan terhadap
pihak-pihak yang mengikuti saran dari pemilik facebook yang menggunakan foto
profil dengan latar belakang gradient warna bendera Perancis. Tentu pro dan
kontra tersebut terus menerus terjadi dan tertulis dalam media internet, baik
itu pihak yang mendukung solidaritas humanisme untuk perancis maupun yang
memperdebatkan hal tersebut. Pura-pura peduli lebih baik daripada menyebar kebencian, fitnah, dan
kebohongan. Solidaritas kemanusiaan mungkin bisa masuk dari pura-pura peduli,
sampai nanti akhirnya benar-benar peduli.
Media sekali lagi berperan sebagai pembawa
isu-isu sentral. Karena media sosial yang disini berhadapan langsung dengan
smartphone sebagai media penyalur inspirasi seseorang dan juga sebagai penunjuk
konteks eksistensi individu disebuah pergaulan dunia maya.
H. Paradigma Humanisme Dunia
Ditinjau dari Konteks Sosiologi Kekuasaan
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat
menentukan nasib
berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik
perhatian para ahgli ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sesuai dengan sifatnya
sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi tidak memandang kekuasan sebagai sesuatu
yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang
sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Pengertian yang
lebih sederhana kekuasaan adalah sesuatu yang mengandung unsur-unsur, seperti
pengaruh, kepatuhan, pemaksaan
dan Otoritas
Pelaksanaan kekuasaan pada kenyataannya seringkali tidak sesuai dengan
yang diharapkan penguasa. Kegagalan pelaksanaan ini terkadang muncul karena
perbedaan persepsi antara yang menguasai dan yang dikuasai. Untuk kelancaran,
pihak penguasa seharusnya selalu mendapatkan dukungan dari yang dikuasai. Untuk
mendapatkan dukungan, dapat dilakukan dengan cara menarik simpati masyarakat dengan menjalankan
kekuasaan sekaligus menanamkan kepercayaan yang kuat terhadap pihak yang
dikuasai
Dari sekelompok individu dipilih salah satu yang
mempunyai kelebihan di antara individu yang lain, dari hasil kesepakatan
bersama, maka munculah seorang yang memimpin dan di sebut sebagai pemimpin.
Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas
sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
Pelaksanaan kekuasaan pada
kenyataannya seringkali tidak semulus yang diharapkan oleh kaum yang berkuasa.
Rasa ketidakpuasan dari yang dikuasai dapat saja muncul karena perbedaan -
perbedaan alam pikiran yang menguasai dengan yang dikuasai. Untuk menjalankan
kekuasaan secara lancar, pihak penguasa senantiasa berusaha untuk mendapatkan
dukungan dari yang dikuasai. Hal ini untuk menyatakan bahwa kekuasaan yang
diselenggarakan memiliki legitimasi atau legal dan baik bagi masyarakat
bersangkutan. Untuk mendapatkan dukungan dari pihak lain, golongan yang
berkuasa harus berupaya menanamkan kekuasaannya melalui jalan menghubungkan
dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat.
Kajian tersebut sesuai dengan
pernyataan Teori Antagonisme Politik. Dimana sebuah realitas yang menempatkan
sesuatu melawan sesuatu, baik itu untuk merebut kekuasaan atau mempertahankan
kedudukan. Maurice Duverger melihat bahwa antagonism
politik lahir dari berbagai sebab yang digolongkan dari berbagai kategori.
Pertama sebab individual seperti kecerdasan dan faktor psikologis. Kedua sebab
kolektif seperti faktor-faktor sosial dan faktor sosiokultural.
Media sosial disini turut
berperan serta dalam membentuk isu sentral humanisme. Tidak dapat dipungkiri
bahwa keberpihakan media membawa penggiringan opini humanisme kearah humanisme
dengan pihak tertentu. Media sosial juga bisa berperan serta menjadi kaum elite
dalam membuat isu-isu yang bisa saja dapat mengacaukan stabiltas sosial. Perjuangan
politik kaum elite tidak tergerak terutama oleh kepentingan diri sendiri.
Konflik Suriah dan Teorisme
Paris telah disajikan oleh media sesuai dengan porsi kemana dia berpihak. Tidak
melupakan konteks bahwa disini media adalah kelompok elite yang bisa membawa
isu kedua konflik tersebut kepada pemihakan suatu kelompok tertentu. Hal
tersebut sesuai dengan argument Pareto bahwa individu-individu yang paling
mampu dalam setiap cabang kegiatan manusia. Mereka berjuang melawan kaum-kaum
yang kurang berbakat, dan kurang mampu menguasai dan mencapai posisi kekuasaan
yang disini adalah pihak yang tidak memiliki media sebagai wadah penyalur
aspirasi mereka. Namun dalam usaha ini mereka diblokir oleh kecendrungan kaum
elite yang berkuasa untuk membentuk oligarki-oligarki yang mengabdikan diri
sendiri secara turun temurun sehingga membatasi gerakan kaum elite untuk maju
ke tangga sosial dari mereka yang paling baik.
I.
Referensi
Internet
Seale, Patrick (1990). Asad: The Struggle for
the Middle East. University of California Press. ISBN 978-0-520-06976-3. Diakses
11November 2015
Reich, Bernard (1990). Political Leaders of the
Contemporary Middle East and North Africa: A Biographical Dictionary. Greenwood
Publishing Group. ISBN 978-0-313-26213-5. Diakses
11November 2015
Buku
Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika,
Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Carter, Terry; Dunston, Lara; Thomas, Amelia
(2008). Syria and Lebanon. Lonely Planet. ISBN 978-1-74104-609-0.
Helga
Drummond, Cara Merebut dan
Mempertahankan Kekuasaan (Abdi Tandur:
Jakarta, 1995
Hemphill, J. K., & Coons, A. E.
(1957). Development of the leader behavior description questionnaire. In R. M.
Stodgill and A. E. Coons (Eds.), Leader behavior: Its description and
measurement. Columbus, Ohio: Bureau of Business Research, Ohio State
University, pp. 6-38
Khoe Soe Khiam. Sendi sendi Sosiologi (
ilmu masyarakat). Bandung:Penerbit.Ganaco, 1963
Maurice Devurger, 2005, Sosiologi Politik. Penerjemah Daniel
Dhakidae PT Raja Grafindo, Jakarta
Reich, Bernard (1990). Political Leaders of the
Contemporary Middle East and North Africa: A Biographical Dictionary. Greenwood
Publishing Group. ISBN 978-0-313-26213-5.
Soekanto,
Sujono, 1990 “Sosiologi, Suatu Pengantar”
PT Raja Grafindo, Jakarta
Soekanto,
Sujono, 1990 “Sosiologi, Suatu Pengantar”
PT Raja Grafindo, Jakarta