A.
Gambaran
Umum
Menurut Wilbert moore,
konsep modernisasi ialah suatu transformasi secara menyeluruh masyarakat
tradisional atau masyarakat pramodern menjadi masyarakat yang corak teknologi
serta organisasi sosialnya berkaitan seperti apa yang terdapat di Negara-negara
Dunia Barat yang maju – makmur dari segi ekonomi dan secara relatif stabil dari
segi politik (Moore, dalam Norman Long: 1987: 13). Pandangan ini adalah
berdasarkan asumsi dimana seseorang itu dapat menguji ciri-ciri umum masyarakat
“Tradisional” dan masyarakat “Maju” atau “Modern” Tersebut, dan dengan itu
dapat dianggap bahwa pembangunan adalah suatu transformasi dari satu jenis ke
jenis yang lain.
Di antara
percobaan-percobaan untuk merumuskan model yang menggambarkan proses ini,
percobaan Neil Smelser (1963) nampaknya sangat baik. Percobaan Smelser ini
berasaskan konsep diferensiasi structural. Baginya, perkembangan ekonomi dan
masyarakat itu mempunyai (sebagai ciri utama) struktur yang sangat berbeda,
manakala perekonomian dan masyarakat terbelakangpun secara relatif tidak
berbeda jauh. Perubahan bagi smelser, berkisar disekitar proses itu sendiri.
Dengan differensiasi, Smelser mengartikan bahwa proses sama halnya sebagaimana
unit-unit sosial yang khusus berotonomi itu dibentuk. Pembentukan unit-unit
sosial seperti ini tampaknya sama dengan berlaku di dalam beberapa bidang yang
berbeda: dalam bidang ekonomi, keluarga, sistem politik dan institusi-institusi
politik.
Para ahli teori yang
terakhir, khususnya Eisenstadt (1966; 1970), telah mempertajam pendekatan ini
dengan memperhitungkan akan timbulnya perbedaan-perbedaan dikalangan
masyarakat-masyarakat yang digolongkan di bawah satu konsep yaitu “tradisional”
atau pramodern, dan juga dengan membedakan proses-proses yang berbeda yakni
degan mana modernisasi dapat dimulai.
Proses
modernisasi mungkin dapat dimulai dari kelompok kesukuan-kesukuan, dari
masyarakat berkasta, dari berbagai jenis masyarakat tani dan
masyarakat-masyarakat yang sudah berada di berbagai tingkat dan jenis urbanisasi.
Kelompok-kelompok ini mungkin berbeda dari segi sejauh mana mereka memiliki
sumber-sumber serta usaha yang dibutuhkan untuk modernisasi. Mereka mungkin
juga berbeda dari segi kemampuan untuk menyusun hubungan-hubungan yang lebih
kompleks diantara bagian-bagian yang berbeda dengan masyarakat yang tergantung
pada perbedaan sosial, dan juga dari segi sejauh mana mereka sanggup dan mampu
berintegrasi ke dalam kerangka sosial yang baru dan lebih luas (Eisenstadt,
1970 : 25)
B.
Opini
Penulis
Moderinisasi
menurut penulis adalah sebuah proses menuju perubahan yang bersifat maju atau
berkembang dari keadaan yang sebelumnya. Proses tersebut diantaranya adanya
suatu keadaan yang pada umumnya lebih dari keadaan sebelumnya. Segala proses
moderinasi ini biasanya terkait oleh kemajuan dalam hal moderinsasi teknologi,
kebudayaan, bahkan suatu peradaban manusia. Suatu keadaan lebih maju ini bisa berdampak
lebih baik kepada suatu sistem masyarakat yang akan menyebabkan kemajuan dari
segi taraf hidup, pendapatan, dan gaya hidup. Namun, jika proses modernisasi
tersebut bersifat negatif maka modernisasi akan mengakibatkan kesenjangan,
ketidak-stabilan kondisi masyarakat, bahkan bisa menjadi konflik antar individu
yang berakibat pengurangan stabilitas nasional.
Modernisasi
di eropa ditandai dengan adanya proses revolusi industri dari yang semula
operasional proses industri itu dikerjakan secara manual dengan tenaga manusia
yang banyak. Dampak positif dari modernisasi seperti ini adalah dapat
menyelesaikan proses produksi dengan lebih cepat, lebih efisien dari segi
biaya, dan pemasaran bisa lebih cepat dan efisien, akan tetapi dampak negatif
dari proses modernisasi itu sendiri adalah menambah jumlah pengangguran saat
itu di Eropa. Dengan bertambahnya pengangguran
maka angka kriminalitas dan prostitusi juga akan bertambah dan menyebakan
stabilitas nasional itu sedikit terganggu.
Akibat
modernisasi ada dua diantaranya yang bersifat positif diantara perubahan pola
pikir dan pola kehidupan suatu individu maupun kelompok, sedangkan dampak
negatif dari modernisasi itu adalah bergesernya nilai-nilai yang semula lebih
baik sebelum adanya kemajuan, namun nilai-nilai tersebut menjadi hilang
dikarenakan perkembangan yang sering berjalan lurus dengan modernisasi
tersebut.
Kita
ambil contoh tradisi yang bersifat nilai-nilai luhur seperti membungkukkan
badan saat berjalan di depan orang yang usianya lebih tua dibandingkan kita.
Dalam era modern saat ini tradisi itu menjadi memudar bahkan cenderung hilang dikarenakan
modernisasi-modernisasi yang sebenarnya bersifat menghilangkan norma-norma
tersebut.
C.
Sejarah
Lahirnya
Suwarsono, Alvin Y.S.O
dalam bukunya “perubahan Sosial dan Pembangunan menyebutkan bahwa teori
modernisasi itu muncul saat dimana Amerika muncul sebagai Negara digdaya
meskipun saat itu mereka terseret dalam Perang Dunia ke II yang ternyata
membuat Amerika Serikat semakin kuat dalam menjadi Negara yang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi dunia.
Menurut
Suwarsono (1991:7) yang kedua menjadi sejarah lahirnya teori modernisasi adalah
saat setelah perang dunia paham komunis atau persamaan sosial bagi para
pengikutnya berkembang pesat, hal ini menyebabkan Amerika cenderung juga
memperluas paham politiknya kepada dunia.
Ketiga,
banyak Negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang merupakan daerah
jajahan bangsa Eropa. Negara tersebut serentak mencari model-model pembangunan
yang nantinya akan digunakan sebagai contoh untuk mengembangkan ekonomi bagi
negara tersebut. Dalam situasi seperti ini wajar jika Amerika Serikat memberikan
fasilitias bagi para ilmuan sosialnya untuk mempelajari permasalahan Dunia
Ketiga.
Jadi
disatu sisi Amerika Serikat sebagai Negara digdaya yang memberikan pengaruh kepada
Negara berkembang untuk bermitra dengannya, namun disisi lain Negara berkembang
tersebut mengambil contoh, mengambil bentuk kerjasama untuk membangun
perekonomian bagi Negara tersebut.
Jika
pada masa sebelum Perang dunia ke II, persoalan pembangunan Negara di Dunia ketiga
hanya sedikit sekali mendapatkan perhatian para ilmuan AS, namun setelah perang
dunia ke II Degenerasi bagu ilmuan politik, ekonomi, para ahli sosiologi,
psikologi, para ahli antropologi , serta ahli kependudukan menghasilkan
karya-karya desertasi dan monograf tentang dunia ketiga. Satu pemikiran
antardisiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi sedang terbentuk pada
tahun 1950-an tersebut. Karya kajian teori modernisasi merupakan “industri yang
tumbuh segar” sampai pertengahan 1960an (Gabriel dalam Suwarsono, 1991 : 8).
D.
Permasalahan
Salah satu teori yang muncul dalam menjawab perubahan sosial
masyarakat menuju modern kemudian dikenal dengan teori modernisasi. Teori ini
mendasarkan pada konsep evolusionisme. Secara historis makna modernitas mengacu
pada transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan mental yang terjadi
di Barat sejak abad ke 16 dan mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20 (Sztomka,
2008:149). Maka kemudian teori ini lebih pada menunjukkan tahap-tahap perubahan
masyarakat pada arah tertentu yang kemudian dianggap mencerminkan manusia modern.
Teori evolusi dan teori fungsionalisme banyak mempengaruhi
pemikiran tentang modernisasi sebagai faktor yang mewujudkan realitas
perubahan. Dari sudut pandang ini,perkembangan masyarakat terjadi melalui
proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Teori
evolusi memandang perubahab bergerak secara linear dari masyarakat primitif
menuju masyarakat maju. Dan bergerak perubahan itu mempunyai tujuan akhir.
Sedangkan teori fungsionalisme, memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang
selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam unsur
sistem itu akan diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk keseimbangan
baru.
Dalam teori modernisasi klasik masih berasumsi bahwa negara
Dunia ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisoonalnya.
Sementara negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dilihat sebagai
negara modern. Sehingga gejala dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat diukur
menurut pandangan Barat dalam menentukan tingkat modernitas. Sehingga tidak
salah kalau Gramsci mengetakan telah terjadi hegemoni budaya terhadap negara
Dunia ketiga. Masyarakat kemudian lebih banyak mengadaptasi nilai-nilai gaya
hidup Barat sebagai identitas modern sehingga kecenderungan dilihat sebagai westernisasi.
Menurut Chuanqi dalam artikel The Civilization and
Modernization yang dipresentasikan di World Congress of International
Institute of Sociology Social Change in the Age of Globalization
mengatakan bahwa teori modern klasik pada periode 1950-1960-an dipelopori oleh
munculnya buku-buku seperti The Passing of Traditional Society: Modernizing
the Middle East (Lerner 1958), Politics of Modernization (Apter 1965),
Modernization: Protest and Change (Eisenstadt 1966), Modernization:
The Dynamics of Growth (Weiner 1966), Modernization and the Structure of
Society (Levy 1966), The Dynamics of Modernization (Black 1966), The Stages of
Economic Growth (Rostow 1960), Political Order in Changing Society ( Huntington
1968), dan lain-lain. Paling tidak pengertian umum tentang modernisasi
adalah proses sejarah pada pada transformasi perubahan besar-besaran dari
pertanian tradisional ke masyarakat industri modern sejak masa revolusi
industri abad XVIII. Proses modernisasi berlangsung revolusioner, komplek,
sistematik, global, jangka panjang dan progresiv. Sehingga akan menghasilkan
kristalisasi dan difusi modernitas klasik.
Penganut modernisasi klasik memandang perkembangan masyarakat
akan menuju pada suatu tata kehidupan masyarakat modern. Smelser, melihat
fungsi kelembagaan modern lebih kompleks dari pada kelembagaan tradisional.
Dalam perkembangan ekonomi menurut Rostow, masyarakat modern berada dalam tahap
komsumsi tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan masyarakat
tradisional mengalami hanya sedikit perubahan baik dibidang ekonomi maupun
social budaya.
Teori Modernisasi Rostow ini merupakan teori pertumbuhan
tahapan linier (linier stage of growth models). Dimana
pembangunan dikaitkan dengan perubahan dari masyarakat agraris dengan budaya
tradisional ke masyarakat rasional, industrial, dan berfokus pada ekonomi
pelayanan. pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh peningkatan secara
kuantitas dan kualitas dari faktor produksi dalam sebuah negara yang meliputi
tanah, tenaga kerja, modal, dan pengusaha.
Menurutnya terdapat 5 tahapan masyarakat menuju masyarakat
modern. Tahap pertama yakni masyarakat tradisional yang mendasarkan pada
pertanian, belum banyak menguasai ilmu pengetahuan, adanya kepercayaan terhadap
kekuatan yang menguasai manusia, masyarakat cenderung statis dan produksi
digunakan untuk konsumsi bukan investasi. Tahap kedua, Prakondisi u/
Lepas Landas dimana campur tangan dari luar telah merubah masyarakat
tradisional sehingga muncul ide pembaharuan, ada usaha-usaha untuk meningkatkan
tabungan masyarakat.
Tahap ketiga, Lepas Landas dimana mulai hilangnya
hambatan proses pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi meningkat,
pertanian menjadi usaha komersial untuk mencari keuntungan bukan untuk
konsumsi, industri baru berkembang pesat, dimana keuntungan ditanamkan kembali
pad apabrik baru. Tahap keempat, Bergerak ke Kedewasaan yang mana
teknologi mulai diadopsi secara meluas, negara memantapkan posisinya dalam
perekonomian global dimana barang yangtadinya import kemudian diproduksi
sendiri, serta peningkatan tabungan dan investasi. Sedangkan tahap terakhir kelima,
Konsumsi Massal yg Tinggi, pada tahap ini konsumsi tidak lagi terbatas pada
kebutuhan pokok untuk hidup tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi,
perubahan orientasi produksi dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang
konsumsi tahan lama, surplus ekonomi tidak lagi digunakan untuk investasi
tetapi digunakan untuk kesejahteraan sosial, dan pembangunan sudah
berkesinambungan.
Beberapa ahli meneruskan kajian modernisasi klasik dengan
mengamati perkembangan di tingkat masyarakat. David Mc.Clelland dalam bukunya The
Achieving Society (1961), menggunakan pendekatan psikologi. Bagi dia,
kemajuan di bidang ekonomi dipengaruhi tingkat kebutuhan berprestasi.
Masyarakat modern di barat memiliki tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi.
Teori ini sering disebut sebagai teori N-ach (need for achievement). Bahwa
keingian atau kebutuhan berprestasi bukan sekedar untuk mendapatkan imbalan
tetapi juga kepuasan. Pada tingkat makro pertumbuhan ekonomi yang tinggi
didahului oleh n-ach yang tinggi.
Pendapat Inkeles menyatakan manusia modern tidak
memperlihatkan gejala ketegangan atau penyakit psikologis akibat modernisasi,
bahkan menunjukkan pola yang stabil. Menurut Alex Inkeles dalam bukunya becoming
modern menyatakan bahwa manusia modern paling tidak memiliki
ciri-ciri: sikap membuka diri pada hal-hal yang baru; tidak terikat terhadap
ikatan-ikatan institusi maupun penguasa tradisional; percaya pada ilmu
pengetahuan; menghargai ketepatan waktu; dan melakukan segala sesuatu secara
terencana.
Selanjutnya ahli sosiologi Max Weber juga ikut memperkaya
kajian modernisasi melalui studinya tentang pengaruh ajaran agama terhadap
kemajuan ekonomi. Bagi Weber nilai agama (etika) Protestan di barat telah
menumbuhkan dorongan pada manusia untuk bekerja keras sebagai suatu tugas suci
untuk mencapai kesejahteraan hidup. Dalam Buku: The Protestant Ethic
and the Spirit of Capitalism (1996) Webe Weber menjjelaskan bahwa adanya
kemajuan ekonomi yang pesat pada beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat
dibawah sistem kapitalisme. Semangat kapitalisme dikarakterisasikan sebagai
gagasan bahwa adanya akuisisi terhadap kemakmuran sebagai akhir pencapaian. Man
is dominated by the making of money, by the acquisition of wealthas the ultimate
purpose of his life. (halaman 53). Semangat kapitalisme kemudian
diterjemahkan sebagai perlakuan etos kerja pada suatu masa dan melampaui
sejarah manusia yang disbeut tradisionalisme. A man does not ‘by nature’
wish to earn more and more money, but simply to live as he is accustomed to
live and to earn as much as is necessary for that purpose (halaman 60).
Makanya dari situ diperlukan suatu usaha untuk lebih mendapatkan uang. Sebagai
hasil analisisnya adalah adanya etika Protestan. Dimana menjadi anggapan umum
bahwa keberhasilan kerja di duni akan menentukan seseorang masuk surga atau
neraka. Berdasarkan kepercayaan tersebut kemudian mereka bekerja keras utuk
menghilangkan kecemasan. Sikap inilah yang diberi nama etika protestan. Konsep
ini kemudian menjadi konsep umum yang tidak dihubungkanlagi dengan agama.
Kajian Weber kemudian dikembangkan oleh Bellah pada masyarakat Jepang. Etika
Samurai yang tercermin dalam nilai-nilai agama Tokugawa resisten dalam
perkembangan ekonomi industri modern di Jepang.
Perubahan social dalam pandangan modernisasi klasik,
menitikberatkan kemajuan masyarakat modern terbentuk melalui suatu proses yang
sama. Pandangan ini ditinjau kembali oleh para penganut modernisasi aliran
baru. Wong, misalnya menyatakan, kemajuan ekonomi di Hongkong digerakkan oleh
perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem organisasi tradisional yang bersifat
nepotis, paternalistic dan kekeluargaan. Kasus Indonesia yang diamati Dove,
memperlihatkan bahwa budaya local mengalami perubahan yang dinamis dalam
dirinya. Sedangkan, Davis menilai ekonomi kapitalisme di Jepang tumbuh oleh
terbentuknya rasionalisasi agama dan moral dalam lingkar barikade budaya. Dari
sudut pandang politik, Huntington menyatakan budaya atau agama mempunyai
korelasi yang tinggi dengan demokrasi.
Aliran baru teori modernisasi tersebut mengandung pemikiran
bahwa nilai tradisional dapat berubah oleh karena dalam dirinya mengalami
proses perubahan yang digerakkan oleh perkembangan berbagai factor kondisi
setempat misalnya, factor pertumbuhan penduduk, teknik, apresiasi nilai budaya.
E.
Kajian
Pustaka
Chuanqi, HE, The Civilization and Modernization,
World Congress of International Institute of Sociology Social Change in the Age
of Globalization 7th-11th July, Beijing, PR China
Eisenstadt, S.N. 1963. Need for Achievement. Economic Devolpment and Cultural Change XI:
420 – 31, july
Long, norman. 1987. Sosiologi Pembangunan Pedesaan. PT Bina Aksara, Jakarta
McClelland, D. C. 1961 The achieving society.
Princeton: Van Nostrand.
Rostow, Walt W, The Stages of Economic Growth dalam Economic
History Review, New Series, Vol. 12, No. 1 (1959), pp. 1-16, Cabridge:
Blackwell Publishing
Smelser, N. J. 1959. Social Change in the Industrial Revolution. London; Routledge and
Kegan Paul
Sztomka, Piotr. 2008, Sosiologi Perubahan
Sosial, Jakarta: Prenada
Suwarsono, Alvin. 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan. PT Pustaka LP3ES, Jakarta
Weber . 1996, The Protestant ethic and the
spirit of capitalism, Los Angeles: Roxbury Pub C