Selasa, 04 Juni 2013

Teori Moderinasi



A.    Gambaran Umum
Menurut Wilbert moore, konsep modernisasi ialah suatu transformasi secara menyeluruh masyarakat tradisional atau masyarakat pramodern menjadi masyarakat yang corak teknologi serta organisasi sosialnya berkaitan seperti apa yang terdapat di Negara-negara Dunia Barat yang maju – makmur dari segi ekonomi dan secara relatif stabil dari segi politik (Moore, dalam Norman Long: 1987: 13). Pandangan ini adalah berdasarkan asumsi dimana seseorang itu dapat menguji ciri-ciri umum masyarakat “Tradisional” dan masyarakat “Maju” atau “Modern” Tersebut, dan dengan itu dapat dianggap bahwa pembangunan adalah suatu transformasi dari satu jenis ke jenis yang lain.
Di antara percobaan-percobaan untuk merumuskan model yang menggambarkan proses ini, percobaan Neil Smelser (1963) nampaknya sangat baik. Percobaan Smelser ini berasaskan konsep diferensiasi structural. Baginya, perkembangan ekonomi dan masyarakat itu mempunyai (sebagai ciri utama) struktur yang sangat berbeda, manakala perekonomian dan masyarakat terbelakangpun secara relatif tidak berbeda jauh. Perubahan bagi smelser, berkisar disekitar proses itu sendiri. Dengan differensiasi, Smelser mengartikan bahwa proses sama halnya sebagaimana unit-unit sosial yang khusus berotonomi itu dibentuk. Pembentukan unit-unit sosial seperti ini tampaknya sama dengan berlaku di dalam beberapa bidang yang berbeda: dalam bidang ekonomi, keluarga, sistem politik dan institusi-institusi politik.
Para ahli teori yang terakhir, khususnya Eisenstadt (1966; 1970), telah mempertajam pendekatan ini dengan memperhitungkan akan timbulnya perbedaan-perbedaan dikalangan masyarakat-masyarakat yang digolongkan di bawah satu konsep yaitu “tradisional” atau pramodern, dan juga dengan membedakan proses-proses yang berbeda yakni degan mana modernisasi dapat dimulai.
Proses modernisasi mungkin dapat dimulai dari kelompok kesukuan-kesukuan, dari masyarakat berkasta, dari berbagai jenis masyarakat tani dan masyarakat-masyarakat yang sudah berada di berbagai tingkat dan jenis urbanisasi. Kelompok-kelompok ini mungkin berbeda dari segi sejauh mana mereka memiliki sumber-sumber serta usaha yang dibutuhkan untuk modernisasi. Mereka mungkin juga berbeda dari segi kemampuan untuk menyusun hubungan-hubungan yang lebih kompleks diantara bagian-bagian yang berbeda dengan masyarakat yang tergantung pada perbedaan sosial, dan juga dari segi sejauh mana mereka sanggup dan mampu berintegrasi ke dalam kerangka sosial yang baru dan lebih luas (Eisenstadt, 1970 : 25)   

B.     Opini Penulis
            Moderinisasi menurut penulis adalah sebuah proses menuju perubahan yang bersifat maju atau berkembang dari keadaan yang sebelumnya. Proses tersebut diantaranya adanya suatu keadaan yang pada umumnya lebih dari keadaan sebelumnya. Segala proses moderinasi ini biasanya terkait oleh kemajuan dalam hal moderinsasi teknologi, kebudayaan, bahkan suatu peradaban manusia. Suatu keadaan lebih maju ini bisa berdampak lebih baik kepada suatu sistem masyarakat yang akan menyebabkan kemajuan dari segi taraf hidup, pendapatan, dan gaya hidup. Namun, jika proses modernisasi tersebut bersifat negatif maka modernisasi akan mengakibatkan kesenjangan, ketidak-stabilan kondisi masyarakat, bahkan bisa menjadi konflik antar individu yang berakibat pengurangan stabilitas nasional.
            Modernisasi di eropa ditandai dengan adanya proses revolusi industri dari yang semula operasional proses industri itu dikerjakan secara manual dengan tenaga manusia yang banyak. Dampak positif dari modernisasi seperti ini adalah dapat menyelesaikan proses produksi dengan lebih cepat, lebih efisien dari segi biaya, dan pemasaran bisa lebih cepat dan efisien, akan tetapi dampak negatif dari proses modernisasi itu sendiri adalah menambah jumlah pengangguran saat itu di Eropa. Dengan bertambahnya  pengangguran maka angka kriminalitas dan prostitusi juga akan bertambah dan menyebakan stabilitas nasional itu sedikit terganggu.
            Akibat modernisasi ada dua diantaranya yang bersifat positif diantara perubahan pola pikir dan pola kehidupan suatu individu maupun kelompok, sedangkan dampak negatif dari modernisasi itu adalah bergesernya nilai-nilai yang semula lebih baik sebelum adanya kemajuan, namun nilai-nilai tersebut menjadi hilang dikarenakan perkembangan yang sering berjalan lurus dengan modernisasi tersebut.
            Kita ambil contoh tradisi yang bersifat nilai-nilai luhur seperti membungkukkan badan saat berjalan di depan orang yang usianya lebih tua dibandingkan kita. Dalam era modern saat ini tradisi itu menjadi memudar bahkan cenderung hilang dikarenakan modernisasi-modernisasi yang sebenarnya bersifat menghilangkan norma-norma tersebut.
C.    Sejarah Lahirnya
Suwarsono, Alvin Y.S.O dalam bukunya “perubahan Sosial dan Pembangunan menyebutkan bahwa teori modernisasi itu muncul saat dimana Amerika muncul sebagai Negara digdaya meskipun saat itu mereka terseret dalam Perang Dunia ke II yang ternyata membuat Amerika Serikat semakin kuat dalam menjadi Negara yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi dunia.
            Menurut Suwarsono (1991:7) yang kedua menjadi sejarah lahirnya teori modernisasi adalah saat setelah perang dunia paham komunis atau persamaan sosial bagi para pengikutnya berkembang pesat, hal ini menyebabkan Amerika cenderung juga memperluas paham politiknya kepada dunia.
            Ketiga, banyak Negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang merupakan daerah jajahan bangsa Eropa. Negara tersebut serentak mencari model-model pembangunan yang nantinya akan digunakan sebagai contoh untuk mengembangkan ekonomi bagi negara tersebut. Dalam situasi seperti ini wajar jika Amerika Serikat memberikan fasilitias bagi para ilmuan sosialnya untuk mempelajari permasalahan Dunia Ketiga.
            Jadi disatu sisi Amerika Serikat sebagai Negara digdaya yang memberikan pengaruh kepada Negara berkembang untuk bermitra dengannya, namun disisi lain Negara berkembang tersebut mengambil contoh, mengambil bentuk kerjasama untuk membangun perekonomian bagi Negara tersebut.
            Jika pada masa sebelum Perang dunia ke II, persoalan pembangunan Negara di Dunia ketiga hanya sedikit sekali mendapatkan perhatian para ilmuan AS, namun setelah perang dunia ke II Degenerasi bagu ilmuan politik, ekonomi, para ahli sosiologi, psikologi, para ahli antropologi , serta ahli kependudukan menghasilkan karya-karya desertasi dan monograf tentang dunia ketiga. Satu pemikiran antardisiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi sedang terbentuk pada tahun 1950-an tersebut. Karya kajian teori modernisasi merupakan “industri yang tumbuh segar” sampai pertengahan 1960an (Gabriel dalam Suwarsono, 1991 : 8).   
D.    Permasalahan
Salah satu teori yang muncul dalam menjawab perubahan sosial masyarakat menuju modern kemudian dikenal dengan teori modernisasi. Teori ini mendasarkan pada konsep evolusionisme. Secara historis makna modernitas mengacu pada transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke 16 dan mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20 (Sztomka, 2008:149). Maka kemudian teori ini lebih pada menunjukkan tahap-tahap perubahan masyarakat pada arah tertentu yang kemudian dianggap mencerminkan manusia modern.
Teori evolusi dan teori fungsionalisme banyak mempengaruhi pemikiran tentang modernisasi sebagai faktor yang mewujudkan realitas perubahan. Dari sudut pandang ini,perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Teori evolusi memandang perubahab bergerak secara linear dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju. Dan bergerak perubahan itu mempunyai tujuan akhir. Sedangkan teori fungsionalisme, memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam unsur sistem itu akan diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk keseimbangan baru.
Dalam teori modernisasi klasik masih berasumsi bahwa negara Dunia ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisoonalnya. Sementara negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dilihat sebagai negara modern. Sehingga gejala dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat diukur menurut pandangan Barat dalam menentukan tingkat modernitas. Sehingga tidak salah kalau Gramsci mengetakan telah terjadi hegemoni budaya terhadap negara Dunia ketiga. Masyarakat kemudian lebih banyak mengadaptasi nilai-nilai gaya hidup Barat sebagai identitas modern sehingga kecenderungan dilihat sebagai westernisasi.
Menurut Chuanqi dalam artikel The Civilization and Modernization yang dipresentasikan di World Congress of International Institute of Sociology Social Change in the Age of  Globalization mengatakan bahwa teori modern klasik pada periode 1950-1960-an dipelopori oleh munculnya buku-buku seperti The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East (Lerner 1958), Politics of Modernization (Apter 1965), Modernization: Protest and Change (Eisenstadt 1966), Modernization: The Dynamics of Growth (Weiner 1966), Modernization and the Structure of Society (Levy 1966), The Dynamics of Modernization (Black 1966), The Stages of Economic Growth (Rostow 1960), Political Order in Changing Society ( Huntington 1968), dan lain-lain. Paling tidak pengertian umum tentang modernisasi adalah proses sejarah pada pada transformasi perubahan besar-besaran dari pertanian tradisional ke masyarakat industri modern sejak masa revolusi industri abad XVIII. Proses modernisasi berlangsung revolusioner, komplek, sistematik, global, jangka panjang dan progresiv. Sehingga akan menghasilkan kristalisasi dan difusi modernitas klasik.
Penganut modernisasi klasik memandang perkembangan masyarakat akan menuju pada suatu tata kehidupan masyarakat modern. Smelser, melihat fungsi kelembagaan modern lebih kompleks dari pada kelembagaan tradisional. Dalam perkembangan ekonomi menurut Rostow, masyarakat modern berada dalam tahap komsumsi tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan masyarakat tradisional mengalami hanya sedikit perubahan baik dibidang ekonomi maupun social budaya.
Teori Modernisasi Rostow ini merupakan teori pertumbuhan tahapan linier (linier stage of growth  models). Dimana pembangunan dikaitkan dengan perubahan dari masyarakat agraris dengan budaya tradisional ke masyarakat rasional, industrial, dan berfokus pada ekonomi pelayanan.  pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh peningkatan secara kuantitas dan kualitas dari faktor produksi dalam sebuah negara yang meliputi tanah, tenaga kerja, modal, dan pengusaha.
Menurutnya terdapat 5 tahapan masyarakat menuju masyarakat modern. Tahap pertama yakni masyarakat tradisional yang mendasarkan pada pertanian, belum banyak menguasai ilmu pengetahuan, adanya kepercayaan terhadap kekuatan yang menguasai manusia, masyarakat cenderung statis dan produksi digunakan untuk konsumsi bukan investasi. Tahap kedua, Prakondisi u/ Lepas Landas dimana campur tangan dari luar telah merubah masyarakat tradisional sehingga muncul ide pembaharuan, ada usaha-usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat.
Tahap ketiga, Lepas Landas dimana mulai hilangnya hambatan proses pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi meningkat, pertanian menjadi usaha komersial untuk mencari keuntungan bukan untuk konsumsi, industri baru berkembang pesat, dimana keuntungan ditanamkan kembali pad apabrik baru. Tahap keempat, Bergerak ke Kedewasaan yang mana teknologi mulai diadopsi secara meluas, negara memantapkan posisinya dalam perekonomian global dimana barang yangtadinya import kemudian diproduksi sendiri, serta peningkatan tabungan dan investasi. Sedangkan tahap terakhir kelima, Konsumsi Massal yg Tinggi, pada tahap ini konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi, perubahan orientasi produksi dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi tahan lama, surplus ekonomi tidak lagi digunakan untuk investasi tetapi digunakan untuk kesejahteraan sosial, dan pembangunan sudah berkesinambungan.
Beberapa ahli meneruskan kajian modernisasi klasik dengan mengamati perkembangan di tingkat masyarakat. David Mc.Clelland dalam bukunya The Achieving Society (1961), menggunakan pendekatan psikologi. Bagi dia, kemajuan di bidang ekonomi dipengaruhi tingkat kebutuhan berprestasi. Masyarakat modern di barat memiliki tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi. Teori ini sering disebut sebagai teori N-ach (need for achievement). Bahwa keingian atau kebutuhan berprestasi bukan sekedar untuk mendapatkan imbalan tetapi juga kepuasan. Pada tingkat makro pertumbuhan ekonomi yang tinggi didahului oleh n-ach yang tinggi.
Pendapat Inkeles menyatakan manusia modern tidak memperlihatkan gejala ketegangan atau penyakit psikologis akibat modernisasi, bahkan menunjukkan pola yang stabil. Menurut Alex Inkeles dalam bukunya becoming modern  menyatakan bahwa manusia modern paling tidak memiliki ciri-ciri: sikap membuka diri pada hal-hal yang baru; tidak terikat terhadap ikatan-ikatan institusi maupun penguasa tradisional; percaya pada ilmu pengetahuan; menghargai ketepatan waktu; dan melakukan segala sesuatu secara terencana.
Selanjutnya ahli sosiologi Max Weber juga ikut memperkaya kajian modernisasi melalui studinya tentang pengaruh ajaran agama terhadap kemajuan ekonomi. Bagi Weber nilai agama (etika) Protestan di barat telah menumbuhkan dorongan pada manusia untuk bekerja keras sebagai suatu tugas suci untuk mencapai kesejahteraan hidup.  Dalam Buku: The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1996) Webe Weber menjjelaskan bahwa adanya kemajuan ekonomi yang pesat pada beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat dibawah sistem kapitalisme. Semangat kapitalisme dikarakterisasikan sebagai gagasan bahwa adanya akuisisi terhadap kemakmuran sebagai akhir pencapaian. Man is dominated by the making of money, by the acquisition of wealthas the ultimate purpose of his life. (halaman 53).  Semangat kapitalisme kemudian diterjemahkan sebagai perlakuan etos kerja pada suatu masa dan melampaui sejarah manusia yang disbeut tradisionalisme. A man does not ‘by nature’ wish to earn more and more money, but simply to live as he is accustomed to live and to earn as much as is necessary for that purpose (halaman 60). Makanya dari situ diperlukan suatu usaha untuk lebih mendapatkan uang. Sebagai hasil analisisnya adalah adanya etika Protestan. Dimana menjadi anggapan umum bahwa keberhasilan kerja di duni akan menentukan seseorang masuk surga atau neraka. Berdasarkan kepercayaan tersebut kemudian mereka bekerja keras utuk menghilangkan kecemasan. Sikap inilah yang diberi nama etika protestan. Konsep ini kemudian menjadi konsep umum yang tidak dihubungkanlagi dengan agama. Kajian Weber kemudian dikembangkan oleh Bellah pada masyarakat Jepang. Etika Samurai yang tercermin dalam nilai-nilai agama Tokugawa resisten dalam perkembangan ekonomi industri modern di Jepang.
Perubahan social dalam pandangan modernisasi klasik, menitikberatkan kemajuan masyarakat modern terbentuk melalui suatu proses yang sama. Pandangan ini ditinjau kembali oleh para penganut modernisasi aliran baru. Wong, misalnya menyatakan, kemajuan ekonomi di Hongkong digerakkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem organisasi tradisional yang bersifat nepotis, paternalistic dan kekeluargaan. Kasus Indonesia yang diamati Dove, memperlihatkan bahwa budaya local mengalami perubahan yang dinamis dalam dirinya. Sedangkan, Davis menilai ekonomi kapitalisme di Jepang tumbuh oleh terbentuknya rasionalisasi agama dan moral dalam lingkar barikade budaya. Dari sudut pandang politik, Huntington menyatakan budaya atau agama mempunyai korelasi yang tinggi dengan demokrasi.
Aliran baru teori modernisasi tersebut mengandung pemikiran bahwa nilai tradisional dapat berubah oleh karena dalam dirinya mengalami proses perubahan yang digerakkan oleh perkembangan berbagai factor kondisi setempat misalnya, factor pertumbuhan penduduk, teknik, apresiasi nilai budaya.
E.     Kajian Pustaka
Chuanqi, HE, The Civilization and Modernization, World Congress of International Institute of Sociology Social Change in the Age of Globalization 7th-11th July, Beijing, PR China
Eisenstadt, S.N. 1963. Need for Achievement. Economic Devolpment and Cultural Change XI: 420 – 31, july
Long, norman. 1987. Sosiologi Pembangunan Pedesaan. PT Bina Aksara, Jakarta
McClelland, D. C. 1961 The achieving society. Princeton: Van Nostrand.
Rostow, Walt W, The Stages of Economic Growth dalam Economic History Review, New Series, Vol. 12, No. 1 (1959), pp. 1-16, Cabridge: Blackwell Publishing
Smelser, N. J. 1959. Social Change in the Industrial Revolution. London; Routledge and Kegan Paul
Sztomka, Piotr. 2008, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada
Suwarsono, Alvin. 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan. PT Pustaka LP3ES, Jakarta
Weber . 1996, The Protestant ethic and the spirit of capitalism, Los Angeles: Roxbury Pub C